Dahulu kala Sungai Bengawan Solo mengalir tenang dari hulunya di wilayah utara hingga bermuara di Pantai Sadeng yang kini berada di Kabupaten Gunung Kidul. Namun, empat juta tahun yang silam, sebuah proses geologi terjadi. Lempeng Australia menghujam ke bawah Pulau Jawa, menyebabkan dataran Pulau Jawa perlahan terangkat. Arus sungai akhirnya tak bisa melawan hingga akhirnya aliran pun berbalik ke utara. Jalur semula akhirnya tinggal jejak yang perlahan mengering karena tak ada lagi air yang mengalirinya. Wilayah ini menjadi kaya akan bukit-bukit kapur yang menurut beberapa penelitian, semula merupakan karang-karang yang berada di bawah permukaan laut.
Siung terletak di sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya sebelah selatan kecamatan Tepus. Satu pesona yang menonjol dari Pantai Siung adalah batu karangnya. Karang-karang yang berukuran raksasa di sebelah barat dan timur pantai memiliki peran penting, tak cuma menjadi penambah keindahan dan pembatas dengan pantai lain. Karang itu juga yang menjadi dasar penamaan pantai, saksi kejayaan wilayah pantai di masa lampau dan pesona yang membuat pantai ini semakin dikenal, setidaknya di wilayah Asia.
Batu karang yang menjadi dasar penamaan pantai ini berlokasi agak menjorok ke lautan. Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau Siung Wanara. Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati keindahannya, berpadu dengan ombak besar yang kadang menerpanya, hingga celah-celahnya disusuri oleh air laut yang mengalir perlahan, menyajikan sebuah pemandangan dramatis.Keadaan berangsur sepi ketika pasar Winangun, menurut penuturan Wastoyo, diboyong ke Yogyakarta. Pasar pindahan dari Winangun ini konon di Yogyakarta dinamai Jowinangun, singkatan dari Jobo Winangun atau di luar wilayah Winganun. Warga setempat kehilangan mata pencaharian dan tak banyak lagi orang yang datang ke wilayah ini. Tidak jelas usaha apa yang ditempuh penduduk setempat untuk bertahan hidup.
Di tengah masa sepi itulah, keindahan batu karang Pantai Siung kembali berperan. Sekitar tahun 1989, grup pecinta alam dari Jepang memanfaatkan tebing-tebing karang yang berada di sebelah barat pantai sebagai arena panjat tebing. Kemudian, pada dekade 90-an, berlangsung kompetisi Asian Climbing Gathering yang kembali memanfaatkan tebing karang Pantai Siung sebagai arena perlombaan. Sejak itulah, popularitas Pantai Siung mulai pulih lagi.
Pantai Trisik merupakan pantai pertama di Kabupaten Kulon Progo yang akan ditemui bila anda melaju melewati lintasan Bantul - Purworejo.
Pantai Trisik memiliki kekhasan dibanding pantai-pantai lainnya di Kulon Progo. yaitu suasana pedesaan pesisir yang begitu terasa. Pantai, rumah-rumah warga, gubug-gubug yang menjajakan makanan dan jalan penghubung desa dengan kota terletak saling berdekatan. Beragam aktivitas warga sekitar yang memanfaatkan wilayah pesisir dan laut sebagai sumber penghidupan juga turut meperkuat suasana pedesaan pesisir itu.Tempat pelelangan ikan adalah salah satu tempat yang akan dijumpai ketika memasuki wilayah pantai ini. Tempat ini menjadi jantung bagi warga Trisik yang berprofesi sebagai nelayan, sebab di situlah aktivitas jual beli ikan berlangsung. Biasanya, tempat ini ramai sejak sesaat ketika nelayan selesai melaut mencari ikan.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, nama pantai sundak mulai dgunakan setelah pertarungan seekor anjing dengan landak. pertarungan terjadi karena seekor anjing yang sedang lapar bertemu dengan seekor landak akhirnya dimenangkan si anjing dengan berhasil memakan setengah tubuh landak laut dan keluar gua dengan rasa bangga. Perbuatan si anjing diketahui pemiliknya, bernama Arjasangku, yang melihat setengah tubuh landak laut di mulut anjing. Mengecek ke dalam gua, ternyata pemilik menemukan setengah tubuh landak laut yang tersisa. Nah, sejak itu, nama Wedibedah berubah menjadi Sundak, singkatan dari asu (anjing) dan landak.
dari pertarungan anjing dan landak kini membawa berkah bagi penduduk setempat. Setelah selama puluhan tahun kekurangan air, akhirnya penduduk menemukan mata air. Awalnya, si pemilik anjing heran karena anjingnya keluar gua dengan basah kuyup. Hipotesanya, di gua tersebut terdapat air dan anjingnya sempat tercebur ketika mengejar landak. Setelah mencoba menyelidiki dengan beberapa warga, ternyata perkiraan tersebut benar. Jadilah kini, air dalam gua dimanfaatkan untuk keperluan hidup penduduk. Dari dalam gua, kini dipasang pipa untuk menghubungkan dengan penduduk. Temuan mata air ini mengobati kekecewaan penduduk karena sumur yang dibangun sebelumnya tergenang air laut.